Ada sejarah penindasan pada kawa daun

Ranah Minang kaya akan destinasi wisata yang menarik, mulai dari wisata alam, tempat-tempat bersejarah, hingga kuliner. Sebut saja Ngara...



Ranah Minang kaya akan destinasi wisata yang menarik, mulai dari wisata alam, tempat-tempat bersejarah, hingga kuliner. Sebut saja Ngarai Sianok, Lembah Anai, Danau Maninjau, dan Danau Singkarak sebagai destinasi wisata alam. Lalu ada Jam Gadang yang merupakan landmark wajib dikunjungi, Rumah Bung Hatta, dan Istano Basa Pagaruyung mewakili destinasi wisata sejarah. Juga dari kulinernya, Sumatera Barat kaya akan makanan khas. Mulai dari rendang, sate padang, sate lokan, lompang sagu, dll.

Di antara hiruk-pikuk destinasi wisata dan kuliner di Sumbar, terseliplah "teh kawa daun". Jika Anda berkunjung ke Batusangkar maka akan menjumpai warung-warung yang menjajakan minuman unik ini di kanan-kiri jalan. Meskipun disebut sebagai teh, tetapi bahan bakunya bukanlah daun teh. Kawa daun diseduh dari daun kopi. Di warung-warung tersebut, teh daun kopi ini disajikan berteman gorengan atau cemilan lainnya. Saya sempat mencicipi minuman ini saat berkunjung ke Bukittinggi pada pertengahan 2015 lalu.


Menurut cerita masyarakat setempat, kawa daun muncul pada saat penjajahan Belanda. Pada waktu itu harga kopi sangat baik sehingga Belanda memerintahkan semua kopi masuk ke gudang-gudang mereka. Petani kopi tak lagi memiliki biji-biji kopi bahkan sekadar untuk dikonsumsi sendiri. Dari sinilah muncul kawa daun. Masyarakat petani pada masa itu menyeduh daun kopi sebagai pengganti minuman kopi, yang seharusnya disangrai dari bijinya. Sebuah ironi yang tidak masuk akal akibat dari penindasan kolonialisme.

Dari cerita tersebut bisa disimpulkan bahwa ada riwayat kelam pada minuman unik ini. Sebuah riwayat penindasan terhadap bangsa kita dari bangsa lain pada masa lampau. Minuman ini masih bertahan hingga saat ini, saat kita tidak lagi dijajah bangsa asing. Kawa daun bisa menjadi pengingat bagi kita akan perjuangan dan ketabahan para pendahulu bangsa kita. Semangat perjuangan mereka patut kita hargai dan diteladani. Dari kawa daun kita juga bisa belajar untuk tetap waspada dan peka dengan kondisi di sekitar kita. Karena jangan-jangan penjajahan dan penindasan masih terus ada, meskipun dalam bentuk yang sangat berbeda.

Salatiga, Juli 2020

You Might Also Like

0 comments