Papua itu..

Papua, pulau besar milik Indonesia ke-lima yang saya kunjungi. Ya, cita-cita untuk menginjakkan kaki di lima pulau besar sebelum usia tigap...


Papua, pulau besar milik Indonesia ke-lima yang saya kunjungi. Ya, cita-cita untuk menginjakkan kaki di lima pulau besar sebelum usia tigapuluh akhirnya tercapai. Jawa adalah tempat saya lahir dan besar dalam keluarga kecil yang tinggal di sebuah tempat indah di Yogya, Sulawesi menjadi pulau kedua, menyusul Kalimantan, Sumatera, dan kini Papua. Saya tidak berambisi untuk traveling keliling Indonesia, perjalanan-perjalanan itu biasanya dalam rangka pekerjaan atau kegiatan positif lainnya. 

 Danau Sentani dalam perjalanan dari bandara ke kota Jayapura

Papua, dulu saya mengira pulau yang menyeramkan dengan malarianya, dengan seringnya terjadi kerusuhan, dan banyak hal buruk lainnya. Namun semua anggapan saya itu sirna setelah benar-benar menyaksikan sendiri keadaan Papua. Ya saya memang tidak bisa menggeneralisasi, karena saya hanya mengunjungi beberapa tempat, tapi setidaknya Jayapura sebagai ibu kota Provinsi Papua bisa dijadikan sampel. 
 
Kota ini cukup ramah, meskipun agak panas. Orang tropis sih tak perlu takut panas, ini malah menjadi anugerah tersendiri. Jayapura adalah kota yang cantik, orang-orang bilang mirip Rio de Janeiro, dengan teluknya, dan perbukitan yang mengelilinginya. Bukit-bukit kapur yang mengelilingi kota masih hijau dengan hutan alami, sehingga udaranya masih lebih baik lah dibanding kota-kota lain.

Orang-orang terutama di daerah pinggiran kota masih sangat ramah. Selalu ada sapaan ‘selamat pagi’, "selamat siang", "selamat sore", "selamat malam", saat saling berjumpa di jalanan atau di tempat-tempat keramaian. Tak terkecuali bagi para pendatang seperti saya, sapaan itu juga selalu terlontar dengan senyuman tulus mereka. Keramahan ini buat saya sangat istimewa, karena memberi kesan tersendiri. 
 
Selain budaya bertegur sapa, satu lagi kebiasaan orang Papua (terutama penduduk aslinya), yaitu budaya makan (atau apa sih istilahnya, mengunyah kali yaa) pinang sirih. Awalnya saya heran, kok banyak bercak merah di jalan-jalan, "jangan-jangan..ah jadi takut". Eh tapi ternyata bercak-bercak merah itu adalah bekas ludah orang-orang yang mengunyah pinang sirih.

 Pasar batu di Sentani, selalu ramai oleh para penggemar batu akik :D

Masih tentang pinang sirih, Johan, teman saya yang asli orang Papua bilang kalau dia bisa tiga sampai lima kali mengunyah pinang dalam sehari. Bahkan bisa juga lebih, katanya. Pinang sirih bahkan bagi beberapa kaum laki-laki, lebih berharga ketimbang rokok, yang umumnya jadi yang paling berharga di daerah lain. Saya pikir bagus juga sih, pinang sirih kan jauh lebih sehat. Gigi memang jadi hitam kemerahan, tapi bisa lebih kuat. 
 
Oiya, satu paket pinang sirih itu biasanya terdiri dari dua biji pinang, satu buah sirih, dan sedikit serbuk kapur.Jadi jangan heran kalau di Papua menemukan serbuk putih dalam plastik flip. Itu kemungkinan besar bukan sabu, melainkan serbuk kapur. Mungkin kapur ini yang menjadikan gigi orang Papua yang suka mengunyah pinang sirih jadi lebih kuat.

Jayapura juga tempat berbagai suku bangsa bisa hidup dalam suasana harmonis. Mudah sekali bertemu dengan orang asli Papua di sini. Ada pula orang bugis, jawa, ambon, dll. Mereka saling menghormati satu sama lain dan bisa mencari rejeki di kota yang cantik ini. Saya sih hanya berharap semoga kenyamanan, keamanan, keramahan, dan keunikan Jayapura dan seluruh Papua pada umumnya akan terus terjaga, dan menjadi bagian dari negeri besar ini.

Jaya Pura, Mei 2015

You Might Also Like

0 comments