Dua minggu yang menguras hati

Dua minggu yang lalu adalah saat yang sangat menguji mental saya. Minggu sore, saat saya baru saja sampai rumah dari pekerjaan lapangan, adi...


Dua minggu yang lalu adalah saat yang sangat menguji mental saya. Minggu sore, saat saya baru saja sampai rumah dari pekerjaan lapangan, adik saya mengabarkan jika dia positif Covid-19. Ada gejala  demam, sedikit sakit kepala, dan tenggorokan sakit. Dia menangis dan terdengar panik saat mengabarkan hasil tes antigennya. Saya sebenarnya tidak terlalu khawatir dengan keadaannya, karena dia masih muda dan sudah mendapat vaksin.

Yang membuat saya begitu khawatir, seperti juga adik saya khawatir, adalah ibu. Beliau ternyata juga merasa tidak enak badan sejak hari Kamis, hampir bersamaan dengan munculnya gejala yang dirasakan adik. Maka saya pun hampir memastikan ibu juga terinfeksi. Saya langsung lemas, mengingat ibu saya termasuk kelompok resiko tinggi. Berusia lebih dari 60 tahun, memiliki riwayat diabetes, dan belum divaksin karena terkendala tensi darah yang cukup tinggi. Bapak juga tinggal serumah, namun tidak merasakan gejala apapun yang mengarah ke infeksi. Bapak sudah mendapat vaksinasi.

Istri saya terus mencoba menenangkan saya. Menyarankan saya untuk berserah diri kepada-Nya, dan yang lebih penting mengusahakan yang terbaik. Maka saya langsung melapor kepada kadus sebagai otoritas setempat sekaligus satgas Covid-19. Sejak malam itu pula saya terus memantau keadaan mereka. Pada Senin pagi, Puskesmas mengambil sampel swab untuk tes RT-PCR.

Hari Selasa saya baru bisa meluncur ke rumah ibuk dengan membawa sejumlah logistik; antara lain susu, vitamin, madu, sayur-sayuran segar, buah, dan sanitizer. Saya memang bisa bertatap muka dengan mereka, namun dari jarak jauh. Sungguh sebuah pengalaman mengharukan. Sangat jelas wajah ibu menahan sakit. Pucat dan lemah. Demikian juga adik saya, juga nampak kepayahan. Untung bapak tidak mengalami gejala apapun, dan bisa merawat dua orang lainnya.

Kamis pagi saya kembali mengunjungi rumah. Kondisi sudah lebih baik dari sebelumnya. Saat saya datang mereka sedang berjemur di depan rumah. Saya lihat ibuk lebih bugar daripada dua hari sebelumnya. Namun masih terasa agak pusing dan anosmia.

Jumat sore adik saya mengabarkan hasil test PCR bapak-ibuk semuanya positif Covid-19. Saya tidak kaget karena memang gejala klinisnya sudah menunjukkan. Adik juga mengabarkan bahwa kondisinya sudah lebih baik. Anosmia mulai berkurang dan sudah tidak pusing.

Hari minggu saya berkunjung. Kondisi mereka semakin membaik. Hanya masalah kepenatan terisolasi yang menjadi masalah. Saya mencoba memberikan motivasi kepada mereka.

Hari Rabu, dua hari sebelum selesai masa isolasi, saya kembali menjenguk. Kondisi ibuk dan adik sudah sangat baik. Ibu sudah terlihat segar, bahkan sudah bisa bercanda dengan saya, adik, dan bapak.

Hari ini, setelah lebih dari dua minggu, saya sudah bisa ngobrol bersama bapak dan ibuk. Tentunya masih dengan menerapkan protokol kesehatan. Sementara adik saya sudah kembali ngantor. 

Selama menjalani masa isolasi banyak sekali pihak yang mendukung keluarga kami. Satgas Covid-19 yang sigap, tenaga kesehatan dari puskesmas yang rutin melakukan pemeriksaan kesehatan. Para tetangga yang membantu menyediakan makan dan kebutuhan lain, keluarga maupun kolega yang terus memberikan dukungan doa dan kata-kata penyemangat. Kepada mereka semua kami mengucapkan terima kasih. Allah pasti membalas kebaikan saudara semua.

Alhamdulillah dua minggu yang berat bagi keluarga kami telah terlewati. Saya berdoa semoga pandemi ini segera berakhir dan kita semua bisa kembali hidup normal.

Salam sehat.

You Might Also Like

0 comments