Laboratorium alam Jatimulyo, mungkinkah?

Pegunungan Menoreh, bentang alam yang kini naik daun berkat objek-objek wisata yang tumbuh subur pada puncak maupun lembah-lembahnya. Pegun...



Pegunungan Menoreh, bentang alam yang kini naik daun berkat objek-objek wisata yang tumbuh subur pada puncak maupun lembah-lembahnya. Pegunungan yang memanjang, membujur dari selatan ke utara ini ibarat benteng sebelah barat wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, sekaligus menjadi batas alam dengan Provinsi Jawa Tengah.

Jauh sebelum Pulau Jawa terbentuk seperti sekarang, kawasan ini merupakan gunung api di bawah laut. Gunung api purba ditandai dengan batuan vulkanik dan bekas-bekas intrusi magma. Formasi batugamping, yang dikenal sebagai Formasi Jonggrangan  menumpang di atas formasi batuan vulkanik purba tersebut. Batugamping atau kapur dihasilkan oleh sisa binatang laut (terumbu karang).

Salah satu desa yang menjadi icon Menoreh adalah Jatimulyo. Desa ini berada di ujung barat Daerah Istimewa Yogyakarta, dan berbatasan langsung dengan wilayah Provinsi Jawa Tengah. Berada di ketinggian 600-800 mdpl. Jatimulyo menyimpan banyak potensi yang menunggu untuk diungkap dan selanjutnya dikelola dengan baik agar memberikan kesejahteraan bagi sekitar 7000 warganya.

Di Jatimulyo bisa dijumpai batuan andesit tua dan batuan kapur yang membentuk kawasan karst di atasnya. Bentang alam karst ini ditandai dengan karakteristik yang khas seperti bukit-bukit karst, cekungan-cekungan tertutup, gua-gua alam, dan sungai bawah tanah.

Salah satu gua di Jatimulyo adalah Gua Kiskendo-Sumitro, sebagai gua dengan sistem perguaan terpanjang di Menoreh dengan panjang lebih dari 2 km. Sebagian lorong gua ini telah dibuka sebagai gua wisata sejak era 80an. Gua Kiskendo juga telah ditetapkan menjadi salah satu warisan geologi (geoheritage) Daerah Istimewa Yogyakarta.

Karst di Jatimulyo menjadi cadangan air, yang sebagian telah dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat. Banyak sungai-sungai yang berhulu pada mata air karst, dan merupakan penyuplai air untuk kawasan di bawahnya. Pemerintah desa telah menerbitkan Peraturan Desa (Perdes) mengenai perlindungan mata air.

Didukung oleh tipe habitat yang bervariasi, sehingga menghasilkan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Habitat yang dimaksud meliputi hutan, perkebunan, sungai dan sempadannya, dan goa-goa alam serta habitat bawah tanah (subterranean).

Tak heran jika desa ini kemudian dinobatkan menjadi salah satu hot spot keanekaragaman hayati di DIY. Pendataan yang dilakukan komunitas pengamat dan peneliti burung telah mencatat setidaknya 100 jenis burung. Kekayaan jenis burung menjadikan desa ini menarik perhatian pemerhati burung, khususnya di Yogyakarta. Kekayaan jenis tersebut menjadi sangat menarik mengingat kawasan desa ini bukan kawasan konservasi. Terlebih sudah ada inisiatif masyarakat mengangkat program 'desa ramah burung'. Sangat patut diapresiasi.

Catatan penting lainnya dari desa ini adalah kekayaan jenis serangganya. Informasi mengenai serangga masih terbatas, namun memberi gambaran awal yang mengesankan. Lebih dari 100 jenis kupu-kupu tercatat dari kawasan ini. Dua jenis di antaranya termasuk jenis-jenis dilindungi, meliputi kupu-kupu Troides amphrysus dan T. helena. Lebih dari 15 jenis capung tercatat hanya dari satu lokasi, dua di antaranya adalah jenis endemik Jawa (Sungkono, 2015).

Potensi bawah tanahnya tak kalah istimewa, salah satu gua di desa ini merupakan habitat biota troglobion Amauropelma matakecil, laba-laba endemik kawasan karst Menoreh. Catatan mengenai laba-laba ini menjadi catatan sebaran baru setelah tiga gua lainnya yang berada di Jawa Tengah, sekaligus menjadi catatan pertama untuk wilayah DIY.

Hutan rakyat (agroforestri) di Jatimulyo bisa jadi merupakan contoh yang baik dalam pengelolaan lahan milik masyarakat. Selain menjadi penunjang perekonomian masyarakat, tutupan vegetasi agroforest juga terkait dengan berbagai aspek lain, antara lain dalam menjaga sumber daya air, menjadi penahan longsor, dan tentu saja menjadi habitat flora-fauna.

Jatimulyo dengan segenap potensinya kiranya perlu menjadi perhatian banyak pihak. Salah satu langkah yang menurut saya strategis adalah menjadikan kawasan ini sebagai laboratorium alam. Multi disiplin ilmu, saling melengkapi dan menghasilkan banyak data dan pengetahuan baru. Lebih jauh lagi adalah untuk menyusun formulasi yang paling ideal dalam mengelola segenap potensi tersebut secara berkelanjutan.

Jatimulyo menjadi laboratorium alam, mungkinkah?



Yogyakarta, 18 Januari 2021
-SH-

*foto: Amauropelma matakecil, dok.pri.

You Might Also Like

0 comments