Catatan seorang beekeeper (pemula)

Beberapa bulan terakhir ini saya menekuni hobi baru, merawat dan memelihara lebah. Untuk sementara saya mengkhususkan diri pada jenis-jen...


Beberapa bulan terakhir ini saya menekuni hobi baru, merawat dan memelihara lebah. Untuk sementara saya mengkhususkan diri pada jenis-jenis lebah tak bersengat (stingless bee). Orang Jawa menyebutnya klanceng, di Sunda biasa disebut teuweul, masyarakat Melayu mengenalnya sebagai kelulut, begitu juga di daerah lain lebah dari kelompok ini juga memiliki sebutan masing-masing. Klanceng ini masih satu keluarga dengan lebah madu (Apis spp.) yaitu merupakan anggota suku Apidae. Lebah tak bersengat masuk ke dalam tribus Meliponini. Kalau budidaya lebah madu pada umumnya (marga Apis) biasa disebut apiculture, maka untuk jenis-jenis lebah tak bersengat biasa disebut meliponiculture.

Meliponiculture berkembang sejak lama di Amerika Tengah dan Selatan, di benua Afrika dan Australia. Suku-suku primitif di Benua Amerika telah ribuan tahun memelihara lebah tak bersengat sebagai lebah asli (native bee) untuk dipanen madu dan propolisnya. Demikian pula di Afrika dan Australia. Suku-suku tersebut bahkan memasukkan lebah tak bersengat dalam budaya mereka, khususnya dalam ritual-ritual tertentu dan sebagai bagian dari metode pengobatan tradisional. Di Indonesia sendiri, budidaya klanceng sejauh yang saya tahu, belum begitu populer. Nenek moyang kita lebih mengenal lebah hutan (Apis dorsata), dan lebah lokal (Apis cerana) sebagai lebah penghasil madu. Mungkin karena jumlah produksi madu yang lebih besar.

Berbicara tentang produksi madu, lebah klanceng memiliki produksi madu yang jauh lebih kecil dibandingkan lebah madu Apis spp. Dari ukuran tubuhnya saja lebah tak bersengat ini umumnya jauh lebih kecil, lebah yang saya pelihara panjang tubuhnya kurang dari setengah centimeter. Madu yang dihasilkan oleh lebah tak bersengat juga relatif berbeda dengan lebah madu biasa. Karakternya cenderung lebih encer, dan rasanya lebih kompleks - perpaduan antara rasa manis dan rasa asam - dan khas. Cita rasa ini disebabkan konon karena pengaruh resin kantong madu dan adanya unsur polen. Yup, selain menyimpan madu, lebah juga menyimpan polen sebagai cadangan makanan. Pada lebah yang saya pelihara, terkadang kantong madu dan polen ini bercampur. Madu yang dihasilkan klanceng berasal dari nektar beranekaragam jenis tanaman bunga (multiflora). Beberapa literatur menyebutkan kandungan nutrisi madu klanceng lebih kompleks dibandingkan lebah biasa, sehingga khasiatnya juga dianggap lebih baik.

Bagi saya, memelihara lebah klanceng membuat saya sangat bergairah untuk belajar lebih dalam. Lebah memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia maupun bagi keseimbangan ekosistem. Lebah-lebah kecil ini bukan saja menghasilkan madu, polen, dan propolis; namun juga memiliki peran ekologis yaitu sebagai polinator bagi berbagai jenis tanaman berbunga. Dewasa ini habitat asli dari lebah tak bersengat semakin hilang, seiring dengan semakin hilangnya hutan. Lebah ini bersarang pada lubang-lubang pohon, batu, tanah, maupun bangunan. Pemilihan habitat bersarang ini tergantung jenisnya. Selain membutuhkan habitat yang ideal untuk bersarang, lebah juga membutuhkan lingkungan yang menyediakan sumber pakan yang cukup, khususnya tanaman berbunga yang menyediakan nektar dan polen; dan tanaman penghasil resin sebagai bagian penting untuk membangun sarang.

Saat ini setidaknya saya mengoleksi dua jenis lebah, nampaknya keduanya dari marga Tetragonula. Jenis-jenis ini masih cukup banyak di sekitar tempat saya tinggal, namun di sisi lain ketersediaan habitat bersarangnya juga semakin menyusut. Dengan membuatkan rumah bagi mereka, setidaknya populasi mereka bisa tetap ada dan terus memberikan manfaat bagi kehidupan kita. Di sisi lain, membudidayakan lebah ini juga bisa memberi potensi ekonomi dengan cara memanen madunya. Kalaupun belum cukup untuk dijual, madu yang dipanen bisa dimanfaatkan untuk dikonsumsi sendiri.

Banyak sekali yang ingin saya tuliskan, namun tak bijak kalau saya tulis dalam satu artikel panjang yang membosankan. Mungkin kedepan saya akan lebih sering membuat tulisan tentang lebah, khususnya lebah-lebah peliharaan saya, sahabat saya. Ya, karena lebah membuat saya sangat bergairah!

Catatan saya mengenai perlebahan sila klik di sini.

Yogyakarta, Mei 2016


You Might Also Like

0 comments