Karst Maros-Pangkep itu...

  Saya sengaja menulis judul tulisan ini dengan kalimat menggantung. Jujur saya tidak bisa menemukan kata-kata yang pas untuk mend...



 

Saya sengaja menulis judul tulisan ini dengan kalimat menggantung. Jujur saya tidak bisa menemukan kata-kata yang pas untuk mendeskripsikan kawasan tower karst di Kabupaten Maros dan Pangkep di Provinsi Sulawesi Selatan ini. Tempat ini adalah secuil surga yang ada di bumi ini. Indah, penuh dengan keunikan, dan sejuta potensi yang terkadung di dalamnya. Terlalu kaya untuk didefinisikan.

Karst di Maros-Pangkep terbentuk pada Formasi Tonasa, formasi gamping yang termasuk dalam kategori tua. Sejauh itu yang saya ketahui, dan saya tidak berani bercerita banyak karena keterbatasan pengetahuan saya. Sejak masa-masa kuliah, dulu sekali, saya sering mendengar cerita atau membaca informasi mengenai kawasan yang diklaim sebagai salah satu kawasan karst terindah di Indonesia ini, atau bahkan sejajar dengan kawasan-kawasan karst indah di dunia. Sejak saat itu pula saya bemimpi untuk mengunjunginya.

Akhir tahun ini mimpi itu terwujud. Saya telah menginjakkan kaki di kawasan karst yang menjadi salah satu kebanggaan Indonesia, menikmati keindahan karst di Maros-Pangkep dari dekat. Kawasan dengan luas lebih dari 40.000 ha ini sebagian merupakan kawasan konservasi di bawah pengelolaan Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung. Tower-tower yang terbentuk dari pelarutan batuan gamping itu nampak kokoh, tinggi menjulang, dan di bawahnya mengalir sungai-sungai besar yang keluar melalui gua-gua. Di tepiannya cukup mudah menemukan batu-batu yang bermunculan dari dalam bumi, yang membentuk panorama mengagumkan. Orang-orang menyebutnya stone garden.

Laba-laba buta dari Pangkep (Dok. Sidiq Harjanto)

Kawasan karst Maros-Pangkep kaya akan potensi keanekaragaman hayati. Gua-guanya dihuni oleh jenis-jenis biota khas gua (troglobion). Salah satu yang menarik buat saya pribadi adalah laba-laba butanya. Di tempat inilah laba-laba yang sudah berevolusi menjadi biota asli gua bisa dengan mudah dijumpai. Salah satu jenis yang telah dikenal dalam ilmu pengetahuan adalah Speocera caeca. Jenis laba-laba ini memiliki tubuh berwarna pucat karena adanya depigmentasi dan benar-benar telah kehilangan organ mata alias buta.
 
Tak hanya biota gua yang unik, tetapi juga banyak binatang hutan yang menarik. Waktu saya dan tim mengunjungi desa perbatasan Pangkep dengan Kabupaten Bone, kami menjumpai kuskus beruang (Ailurops ursinus). Jenis endemik Sulawesi ini sangat unik karena merupakan binatang marsupial (berkantung). Mereka hidup secara arboreal, yaitu beraktifitas pada pepohonan di hutan. Cukup beruntung kami menjumpainya di habitat yang dekat dengan perkampungan. 

Lalu di pesisir, yang banyak areal pertaniannya, saya menjumpai burung serak sulawesi (Tyto rosenbergii). Burung yang hidupnya nokturnal atau aktif pada malam hari ini adalah jenis burung raptor yang endemik Sulawesi, Banggai, dan Sangihe. Serak sulawesi  tinggal pada lubang-lubang pada tebing atau bangunan. Banyaknya lubang-lubang pada batuan karst menyediakan habitat ideal bagi burung ini. Sebagai burung pemangsa, burung serak berpotensi menjadi agen pengendali hama pertanian khususnya tikus, sehingga keberadaannya perlu dilindungi mengingat adanya areal pertanian di lokasi ini.
 
Di Ramang-Ramang saya menyaksikan tower-tower karst dan stone garden (taman batu) yang indah. Menurut informasi dari masyarakat, terdapat gua dengan ruangan (chamber) besar yang dihuni kelelawar. Untuk membuktikannya, kami menunggu senja, saat tiba waktunya bagi kelelawar keluar dari tempat persembunyiannya. Gigitan nyamuk Aedes andamanensis yang menyakitkan dan menyisakan rasa gatal luar biasa, tak menyurutkan semangat kami.
 
Kesabaran berbuah manis. Benar saja, beberapa menit sebelum adzan maghrib berkumandang, kelelawar-kelelawar itu beterbangan keluar, mengular, membentuk “selendang” raksasa yang tampak seperti menari-nari. Setidaknya saya menyaksikan dua jalur terbang kelelawar-kelelawar itu. Saya kira jumlahnya jutaan karena peristiwa itu berlangsung cukup lama. Beberapa ekor alap-alap menyambari koloni kelelawar itu, menyajikan atraksi aerobatik yang menakjubkan. Wisatawan asing telah beberapa kali mendatangi kawasan ini untuk menikmati atraksi jutaan kelelawar tersebut.
 
Gambar cadas yang saya dokumentasikan dari sebuah ceruk.
 
Selain kekayaan biotanya, kawasan ini juga terkenal dengan gua-gua situs prasejarah. Jejak-jejak manusia purba ditandai dengan banyaknya temuan gambar cadas pada dinding-dinding gua, bekas dapur, dan perkakas-perkakas yang digunakan pada jaman dahulu. Salah satu temuan gambar cadas dari kawasan ini bahkan konon teridentifikasi sebagai yang tertua di dunia.
 
Kawasan karst memiliki peran penting bagi kehidupan manusia, misalnya dalam hal penyediaan air. Karst menyimpan air dan mengalirkannya melalui sistem sungai bawah tanah yang keluar menjadi mata air. Gua-gua di karst juga menjadi rumah bagi jutaan kelelawar yang menjadi pengontrol serangga, menjadi pengganti pestisida yang tidak perlu membeli, dan tidak menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan. Dengan potensi dan nilai penting yang dimilikinya, sudah selayaknya kawasan ini dilindungi dan dikelola dengan sebaik-baiknya.

Yogyakarta, Desember 2015

You Might Also Like

0 comments